Notification

×

Iklan Lptopt

Iklan Hp

Iklan Kejaksaan Agung

Tag Terpopuler

Oknum MAN 2 Dilaporkan Ke Kejaksaan Lubuk Linggau Diduga Lakukan Pungli Berkedok Komite

Jumat, 23 Agustus 2024 | 12:39:00 AM WIB Last Updated 2024-08-23T07:39:46Z
    Bagikan Berita ini


DETIK TV SUMSEL | Lubuklinggau - Bermula adanya keluhan dan laporan dari masyarakat adanya indikasi pungutan berkedok sumbangan senilai Rp.4.000.000, kepada orangtua/wali siswa baru tahun pelajaran 2024-2025, oknum sekolah dan oknum pengurus komite dilaporkan ke Kejari Lubuklinggau, oleh Perkumpulan Gelora Moralitas Yuridis tertanggal 15 Agustus 2024. 

Berkembang setelah adanya pelaporan tersebut, berdasarkan informasi masyarakat bahwa Pihak sekolah langsung membagikan Jas Madrasah kepada siswa pada tanggal 20 Agustus 2024, dimana awalnya tidak ada kebijakan tersebut sebelum pelunasan atas iuran wajib sekolah senilai 4 juta. 

Konfirmasi kepada ketua Gemoy, Fry T. bahwa Pihaknya percayakan laporan dugaan tersebut kepada Pihak APH dalam hal ini Kejaksaan Negeri Lubuklinggau pasti menelaah dan akan segera memproses tindaklanjut pelaporannya hingga tuntas karena ini untuk kepentingan umum,  tujuan harapan agar ke depannya sekolah-sekolah lain yang sudah mendapatkan Bantuan Dana Operasional siswa dari Pemerintah tetap mematuhi pada aturan yang sudah ada.


Karena patut diduga, bahwa semua iuran bersifat wajib, yang ditentukan nominalnya, dengan masa tenggang waktu pelunasan apalagi terkait kegiatan PPDB, jual beli seragam, atribut sekolah, sudah jelas dilarang sebab tidak sesuai Permendikbud dan Permenag. Dan Sesuai UU Tipikor bahwa penyelenggara anggaran, PNS dilarang mengambil/menyiasati keuntungan ekonomi secara melawan hukum, maka dalam hal ini Kepala sekolah, guru PNS jelas dilarang lakukan pungutan. 

Dalam hal ini apabila ada Pihak sekolah dibawah binaan kementerian agama menyatakan bahwa mereka tidak mengikuti aturan dari Kemendikbudristek, ini adalah pendapat keliru, ungkap Fry Ketua Gemoy.

Link resmi Pemerintah berdomain  kemenag.go.id bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan "seluruh kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional mengikuti regulasi yang disusun dan diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek)

Penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan binaan Kementerian Agama, menurut Menag, ber”makmum” pada kebijakan Kemendikbudristek. Hanya dalam hal tertentu, jika dibutuhkan aturan spesifik, Kementerian Agama membuat peraturan diskresi jika dibutuhkan. ...".

Hal tersebut tentu bertentangan dengan yang disampaikan oleh oknum guru 'Hzm', bahwa "Kami idak dibawah permendikbud, tapi dibawah aturan permenag

Ditempat lain, tim awak media meminta konfirmasi kepada Humas dan Pengurus Komite Man 2 lubuklinggau terkait apa yang dilaporkan gemoy, mereka bungkam tidak memberikan jawaban. 

Sementara Pemerhati Pendidikan masyarakat kota lubuklinggau, Fauzan Hakim, S.Ag,  menanggapi atas berita yang beredar. Ia mengatakan bahwa penyelenggara pendidikan mesti tunduk dibawah UU atau peraturan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam hal ini Kemendikbudristek.

Seperti pasal 12 huruf b Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dengan tegas melarang komite sekolah, baik secara kolektif atau persorangan melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.


Peraturan tentang komite ini lanjut dia, sebagai  bentuk konsekwensi bagi pihak sekolah penerima Dana BOS7 untuk tidak melakukan menarikan biaya atau pungutan ke peserta didik atau wali.


Artinya kata dia, setiap sekolah yang sudah mendapatkan Dana Bantuan Operasional Siswa (BOS), dilarang melakukan pemungutan, ataupun menggalang dana yang sifatnya non essensial. Jika ada kebutuhan  essensial boleh menggalang dana dengan cara kesepakatan seluruh pihak sesuai aturan permen, baik permendikbud maupun permenag.

Semua pihak harus menyetujui. Kebutuhan seragam, atribut, Jas itu bukan wajib dan bukan essensial. Tetapi, untuk membayar honor guru, dan karyawan, kebutuhan belajar mengajar seperti buku dan alat tulis, serta keperluan lainnya seperti biaya listrik, air, dan perawatan gedung sekolah. Ini menjadi tanggung jawab sekolah, bukan tanggung peserta didik atau wali.


Fauzan menambahkan, dipermendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah sudah dijelaskan tentang perbedaan mendasar antara bantuan dan  Sumbangan. Bantuan boleh dilakukan apabila telah adanya kesepakatan dan sifatnya mengikat. Makna mengikat  artinya harus ada alas hukum yang membenarkan hasil kesepakatan, semisal Peraturan kepala daerah (Pergub, perbup atau Perwal), itu poinnya, tegasnya.

Sumbangan bisa diminta dari orang tua, tetapi sifatnya sukarela, tetapi tidak untuk seluruh orang tua.

Kendati sumbangan diperbolehkan, tetapi Beban tersebut tidak sepenuhnya harus ditanggung oleh orang tua. Selain itu Sekolah harus memiliki rencana anggaran kerja tahunan yang sesuai kebutuhan dan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Lalu, Rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan itu harus diketahui dan disetujui oleh Dinas Pendidikan. Dan Jauh sebelum itu, tentu kegiatan penggalangan dana perlu disosialisasikan kepada siswa dan orang tua.

Intinya tidak ada kewajiban wali atau peserta didik memberi atau menyumbang ke pihak sekolah, berupa uang ataupun barang, apapun alasannya. Pungutan atau penarikan uang atau lainnya oleh  pihak sekolah yang bersifat diwajibkan, itu tidak diperbolehkan, kecuali sumbangan yang sifatnya sukarela.

Pihak sekolah yang menarik biaya dari siswa/wali,  lalu mengelolah apalagi dengan nominal, dan tenggang waktu yang ditentukan terkait PPDB,atau kebutuhan lain yang tidak diwajibkan  seperti baju sekolah, sepatu, jilbab, atribut, Jas atau sejenisnya, adalah bukan perkara yang diwajibkan. Oleh karenanya penarikan biaya atas  semua ini bisa dinamakan pungutan liar atau pungli ,ada ancaman pidananya, tandasnya.( Pery)


×
Berita Terbaru Update